Hunting Daycare di Bandung

September 20, 2012

Tanggal 20 September 2012. Sementara orang-orang jakarta mencoblos DKI I pilihan mereka; saya menderita di rumah saja. Bagaimana tidak menderita, tanggal 20 September adalah tanggal berbagai deadline pemasukan makalah di berbagai konferensi. Tidak satupun yang berhasil saya submit, bahkan makalah untuk keperluan Seminar Kemajuan I pun belum berhasil saya tuntaskan. Belum juga ada makalah untuk submit di jurnal, nilai masih T sajah . Ini curcol namanya, gak apa-apa ya .

Baiklah, kita menata diri saja, dari awal lagi. Dimulai dengan: mencarikan daycare untuk Ade , karena yang paling penting adalah Ade. Image

Sebetulnya wacara daycare ini ibarat pembuktian terbalik untuk saya: semakin saya hunting; semakin juga tidak mau menitipkan anak-anak saya. Bukan berarti daycare nya yang tidak bagus, tetapi dasar sayanya yang langsung meleleh dan sampai hati dan tak tenang pikiran dan berlanjut dengan menyalahkan situasi dan kondisi; menyalahkan diri, mas, uang, dll (koq uang juga sih hahaha). So lebay melebihi anak alay. Masalahnya ada di saya dan benak saya. Dan si mas pun, malah memberi komentar yang sama sekali tidak encourage; misalnya ketika melihat anak-anak di daycare: kasian ya anak itu… Yeeee, gimana saya bisa tegar?

Harusnya dia bilang begini: “Insya allah ini yang terbaik, demi kebaikan kamu juga, kebaikan kamu insya allah menjadi kebaikan kita semua” . Kan kebahagiaan keluarga itu terpusat di kebahagiaan ibu. Ibu yang bahagia, keluarga juga akan bahagia. Ibu yang stres, keluarga juga akan stres. Tapi mas tidak akan bicara begitu, soalnya saya pasti akan membantah: “Tapi kan mas.. bla bla bla”. hi hi. .

Ya sudah lah, saya juga sudah mengerti semuanya. HIdup ini threadoff, pahit manis, silahkan dicari yang paling fit in di hati dan yang penting adalah: ikhlas. Saya memang perempuan cemen, hanya bisa terkagum-kagum melihar para ibu menyandang laptopnya dan setumpuk paper, meninggalkan ASI perasan berbotol-botol di kulkas, dan kemudian menitipkan bayi-bayi lucu mereka kepada para asisten atau nenek atau daycare. Kenapa saya tidak bisa seperti mereka ya? .

Sebenarnya, hunting daycare ini sudah saya lakukan sejak jaman si kaka, mungkin sekitar 13thn lalu sewaktu kaka berusia 3thn an lah. Saya sempat melihat-lihat Little Steps di jalan Sulanjana, sekarang namanya Smart Step. Baru dibuka. Biaya bulanannya 300rb, waktu itu gaji saya sebagai asisten proyek di LPM ITB (sekarang LPPM) 800rb. Cukup kan ya .

Tapi tetap tidak sampai hati, akhirnya Kaka banyak bersama Uwa-uwa nya; terutama Teh Eti almarhumah yang baik sekali dan sayang sekali sama Kaka. Selalu sedih mengenang teh Eti. Jangan-jangan, teh Eti selalu memantau saya dan Kaka, ibarat Mary Alice memantau teman-temannya di Desperate Housewives ya . Uwa Eti, kaka sekarang sudah besar lho.. ini ada teteh Rifqa dan adek Syifa, manis-manis lho..

Sayang, RIfqa tidak sempat bertemu Uwa Eti. Rifqa lahir saya sudah di Unpas. Yah masih bisa deh bolak-balik, dititip sebentar. Jarak Unpas dan rumah sangat dekat. Tapi tetap hunting daycare juga. Ke bunda Ganesha, di jalan Gelap Nyawang, juga ke Smart Step. Keduanya: penuh ! Dan aneh, aktivitas saya kan di Unpas Setiabudhi, masak nitipin anak jauh-jauh ke Dago. Alasannya agar bisa bersama-sama Mas dan Kaka (yang bersekolah di Tubagus Ismail). Akhirnya RIfqa masuk TK saja di Daarut Tauhid di usia 3.5thn. Lumayan lah, masuk jam 8, pulang jam 12.30. Saya yang antar, lalu saya jalan ke Unpas (dekat sekali) dan kembali jemput. Naik ojeg adalah favorit kami .

Setahun kemudian Rifqa saya pindahkan ke Salman, itu karena DT terlalu banyak isue AA Gym hihihi. Ga deng, waktu RIfqa masuk TK, AA Gym sudah bersama Teh Rini, bahkan putra nya juga sekolah di TK DT, sama dengan putri bungsunya Teh Ninih. AA agak keterlaluan kata saya mah, anak-anaknya saja di satu sekolahkan; kan kasian mereka masih belum mengerti. Ok, pernah saya tulis di multiply saya dan di sini juga kayaknya.

Alasan saya memindahkan Rifqa adalah karena Rifqa harus tetap di TK A tidak boleh masuk TK B (usia kurang dan lambat makan/gerakan dll). Juga karena ada renovasi kelas, sehingga proses pembelajaran dipindah sementara. Melihat situasi yang kurang kondusif, saya pindahkan saja ke TK Salman, mengulang lagi TK A, tetapi dengan tantangan yang meningkat. Fullday. Alhamdulillah, semuanya lancar, RIfqa mudah sekali beradaptasi. So, tidak perlu daycare lagi dong ya.

Semua aman tenang, sampai saya 2009 memutuskan untuk sekolah lagi meski tidak punya topik penelitian . Awal yang buruk tuh. Sudah mah memang tidak mengerti meneliti, tidak punya penelitian, view saya adalah mengajar (dan concern di model pembelajaran, bukan di content; maklum kan ngajar di swasta), juga terbiasa cara pandang proyek karena lama di tim proyek (Dosen Sipil pulak). Itu kesulitan di cara pandang saya (apa itu state-of the art, apa itu novelty, apa itu research problem; kenapa harus ada problem, boleh ga dasarnya adalah gagasan gagasan; kenapa gagasan sangat jauh di awang-awang, bagaimana membumikannya dan jelas kebermanfaatannya dst dst dst). Kebanyakan pusingnya, malah lepas dari substansi. Padahal tinggal baca saja 300paper, pasti ada ide .

Selain “masalah standar anak S3” itu, ditambah lagi masalah pribadi saya. Hamil (dan hipermeresis) dan melahirkan (susah payah ) karena faktor U (Uang?). Berhubung itu terjadi di semester 3 masuk ke 4, dimana batas tahap pertama Ujian Kualifikasi harus dilalui. Dengan berat hati, kembali saya hunting daycare. Waktu itu Ade berusia 3-4bln. Bunda Ganesha, penuh. Smart Step, penuh juga. Ada sih, di Tubagus Ismail, rumahan (belum pernah melihat langsung). Ada juga di Mesjid Salman, gedung Kayu.

Semuanya, boro-boro menjadikan saya tenang; yang ada malah jadi ga mau ngapa-ngapain. Sudah hamilnya susah, lahirnya susah, sudah lahir malah mau dititip-titip (demikian benak saya berkata). Seorang teman malah berkata: S3 itu ga kewajiban, yang wajib itu mengurus anak .  Benar-benar saya mencari yang tidak encourage sih. Kakak-kakak menawarkan saya membantu mengurus. Ya bisa, tapi saya kan harus menyusui, jadi ga bisa jauh-jauhan. Susu botol? oh No, tx. Waktu jaman Rifqa, saya masih bisa menitipkan Rifqa ke kakak saya, karena saya hanya perlu ke Unpas, 20 menit pun tidak sampai. Lha ini ke ITB, Sarijadi – ITB 1 jam kalo mengambil pahit-pahitnya. Bolak balik, 2 jam.

Akhirnya, Ade saya bawa ke kampus saja hihi. Seorang teman kelas (yang saya tidak sebut namanya di sini ya ). dengan baik hati mempersilahkan ruangannya di ITB untuk dipakai temen-teman kelas untuk istirahat atau diskusi. Juga untuk nangkring si Ade. Padahal teman saya itu perokok. Begitu ada Ade, merokoknya pindah ke bawah hehehe. Baik pisan ya Uwa yang satu itu. Dan bagus dong, Ade jadi bikin orang-orang mengurangi merokok kan? .  Jadi lengkap lah sudah peralatan harian saya ada Ade residen di kampus. Stroller, gendongan, tas isi diapers, baju ganti beberapa set, makanan, buah2an, dan makan siang saya dan mas (kalo lagi rajin masak), laptop, dan paper.

Mas, setelah mengantar anak-anak ke Tubagus, balik lagi ke rumah dan menjemput saya ke ITB. Nangkring sama-sama di ruangan tersebut mengerjakan macam-macam. Kalo saya harus urus-urus, Ade sama mas dan vice versa. Sore hari, kami sama-sama pergi menjemput Kakak RIfqi dan Rifqa ke Tubagus. Kadang pulang mampir makan di luar. So fun. Alhamdulillah.

Begitulah sampai kira-kira 4-5 bulan, sampai kemudian ternyata ruangan tersebut digunakan untuk aktivitas lain; saya dan Ade harus berhenti residen di situ dan bingung harus stay di mana. Mana ada ruangan lain di kampus yang rela diisi bayi . Mengganggu kan. Meski Ade jarang menangis. Dia bayi yang manis dan nyaman. Tapi ya sudah lah. Akhirnya saya kembali residen di rumah hehe, karena Bunda Ganesha penuh, Smartstep penuh. Ada, nemu daycare di Cigadung, dan Tubagus. tapi tidak sempat dilihat, kejauhan ke kampus deh. Toh Ade semakin besar, sudah bisa bermain bersama Uwa-uwa nya; bahkan banyak sepupu-sepupu seusia. Kadang Ade saya titip ke Uwa, kadang saya bawa ke Unpas, kadang dia bersama Ayahnya, kadang saya di rumah saja seharian bersama Ade. Toh di rumah juga internet 24jam penuh, wifi. DI kampus malah saya kadang menggunakan HP dijadikan modem .

Tapi, curi-curi waktu dan semuanya ini membuat saya lelah. Overhead dari satu kegiatan ke kegiatan lain, menghabiskan energi (fisik lho, meski saya hidup sehat). Malam hari sudah lelah, paper tidak sempat dibaca. Kalaupun dibaca, ya ga ngerti heheheh. Programming, lelet sekali. Dan yang terpikirkan oleh saya, kasian Ade dengan kehidupan yang unorganized ini. Sebenarnya bisa sih dirutinkan; tapi pasti tidak maksimal. Ditambah lagi mas semakin sibuk di kampus dan di mana-mana, saya semakin tidak punya back-up. Lebih baik saya sekolah/kerja seharian, malam hari fokus untuk anak-anak. Rifqapun mulai kesulitan menghapal, Kakak seperti biasa banyak remedial. Baiklah: Hunting daycare untuk yang ke 512x kayaknya ya .

Ada Smart step, bunda ganesha, ummu salamah, mesjid salman gedung kayu, play group salman al farishi. daycare di Upi, parongpong, telkom dll tidak termasuk yang saya pelajari. Juga ada yang sekitar boromeus, kanayakan (dago); belum masuk kunjungan saya. Oh ya, ada Galenis, di jl badak singa. Bagus lho, bagus juga harganya hihi, 100rb/hari.

Rangkuman Daycarenya saya tulis di tulisan berikutnya ya, mau beberes dulu.

20 Responses to “Hunting Daycare di Bandung”


  1. Yang kuat, Ayi. Nanti jadi kenangan manis.

  2. nengtik Says:

    yuhuuwwwww……

    adek sipa sm embi yuukk

  3. pbasari Says:

    terima kasih pak rinaldi 🙂

  4. Maya Says:

    tetap semangat ya mbak 🙂

  5. Anne Says:

    galau habis….tp tenang aja, berjuta2 ibu di dunia jg mengalaminya…….:-) Ternyata perempuan itu emang banyak maunya, banyak tugasnya :-(, banyak potensi dirinya, banyak peluangnya tp jg banyak keterbatasannya……
    kalo dipikir2 saya jg mengalaminya, pingin jg wira-wiri dgn penampilan yg chic nenteng laptop dan kertas kerja. Tp saya nggak bisa mengandalkan suami utk back-up krn dia kerja 7-9…hiks, tinggal di perantauan nggak punya saudara utk dititipin, Ada Ibu yg ikut saya, tp masak tega ninggalin tiga bocah lasak diurusin Ibu yg udah 70 an…….bisa jg ngambil babysitter terus diawasi Ibu, tp dr pengalaman bawa anak jalan pagi, ketemu ama BS ngerumpi, jd ogah punya BS, lebih milih punya sopir shg bisa kemana2 nggak harus nunggu suami punya waktu. Sepertinya keputusan pasti….stay at home…..fulltime, nemenin Ibu jg di usia senjanya krn anak2 yg lain pada kerja.
    Menurut saya perempuan itu harus mengambil keputusan utk dirinya sendiri (tanpa pertimbangan orang lain, termasuk suami), jgn membiarkan diri berada dalam grey area terus, setelah itu konsisten (bahagia tepatnya) dgn keputusan yg diambil (termasuk gigit jari ngeliat teman udah meroket).
    So….mari kita jalani yg udah diputuskan……..:)
    tutup fb dan mulai selesaikan paper Ayi……..qiqiqi

    • pbasari Says:

      anne, tutup fb. pindah ke wp hahaha.. eh anne, masak istri mengambil keputusan tanpa pertimbangan suami sih. kan harus saling menyesuaikan. kenapa gigit jari anne, pencapaianmu kan ruar biasaaaa 😉 ayo, anak2 sudah besar, bisa nenteng laptop sambil dandan yang chic lagi 😀

  6. dapurhangus Says:

    masalah klasik ibu-ibu kerja ya mbak. Sing sabar, semoga cepet nemu yg cocok.

  7. rany Says:

    artikelnya bikin inget saat-saat rempong karena harus ngantar si kecil ke daycare :). buat bunda yang butuh info daycare di Bandung, bisa klik http://www.malaikatkecilinspirasiku.blogspot.com
    semoga infonya bisa membantu 🙂

  8. ummi anis Says:

    maaf numpang info ya… Alhamdulillah telah dibuka… daycare/Tempat Penitipan Anak/PAUD/Kober ‘AULADI’ Komp. Pondok Padalarang Indah / Komp. PPI Jl.GA Manulang Blok G10 No. 17 Rt 02 RW. 28 Kec. Padalarang Kabupaten Bandung Barat informasi dan pendftaran : BU ANIS HP. 022 76054307/085222981974

  9. mira Says:

    Dear moms,
    mau shared daycare di bandung yang bisa jadi rekomendasi bunda.
    http://www.daycarebdg.com
    taman penitipan ini milik pemerintah, pengelolanya oleh forum paud jabar

    Insya allah harganya terjangkau karena milik pemerintah/bukan bisnis
    (bisa di cek di webnya)
    TPA ini ada didalam kompleks gedung sate (Jl.Dipenogero) dan didalam kompleks gedung dinas pendidikan jabar (Jl.Dr.Radjiman)

    Siapa tau membantu bunda atau temannya yg membutuhkan. Mangga dilihat. Terima Kasih.

    • pbasari Says:

      alhamdulillah
      very nice info! sangat bermanfaat.. nanti saya buatkan tulisan tersendiri ttg daycare ini ya, agar lebih mudah muncul di hasil pencarian google..

  10. pbasari Says:

    akhirnya. saya memutuskan menyekolahkan ade di playgroup salman alfarishi http://www.salman-alfarisi.com/html/index.php
    pilihan yang tak pernah saya sesali :). guru2 yang sangat baik hati, helper yang penyayang, orang tua yang saling mendukung, yayasan yang peduli. alhamdulillah 🙂


  11. Dear Ayah Bunda,
    Mau sharing daycare/pg/tk di bandung yang bisa jadi rekomendasi ayah dan bunda.

    Almalia School
    Membina Insan bertauhid, cerdas dan berakhlak mulia,
    dengan menanamkan Tauhid, mengoptimalkan Multiple Intellegencies anak di masa golden age, melalui Moslem Time, English Time dan Fun Exercise.

    (http://almaliaschool.wordpress.com)

    Office:
    Permata Buah Batu D-25
    Jl. Terusan Buah Batu – Dayeuh Kolot
    Bandung 40257

    Info :
    FB : http://fb.me/almaliaschool
    Twitter : http://twitter.com/almaliaschool
    Instagram : http://instagram.com/almaliaschool

    InsyaAllah bisa jadi pilihan yang bagus untuk ayah bunda.

  12. kyon Says:

    mbak ada info tentang daycare di sekitaran itb. yang salman kayu mungkin? harga dan kualitas. anak saya 1 tahun 5 bulan

    • pbasari Says:

      Salman kayu udah ga ada. Bunda ganesha yg paling feasible. Galenia juga relatif dekat. Di rs boromeus kliatannya ada, di gedung baru. Dago atas agak jauh, di bangbayang dan yg di dekat darul hikam.


Leave a comment