Dalam rangka empati kepada Kaka yang sibuk menghadapi UASBN, saya juga tidak menonton TV banyak-banyak (karena sudah tertidur!). Masak anaknya belajar, emaknya nonton? Pasti anaknya juga ikutan nonton. Jadi, anak belajar, ibu.. tiduurrrr (sama aja ya )

Karena itulah, terlewatlah American Idol, acara yang cukup saya sukai tak lain dan tak bukan karena ada komentator Simon Cowell. Saking terlewatnya, saya tidak ngeh ketika jagoan saya, ihiks, si kasep Michael Johns dipulangkan dengan kejam.. kemudian si cantik Kristy Lee Cook menyusul. Sedih juga ya, karena dia teh begitu geulis.

Read the rest of this entry »

Sepanjang Jalan Ganesha

April 29, 2008

Kita selalu bergandeng tangan? AH boro-boro

Tertegun saya ketika saya hentikan angkot antara Taman Sari – Ganesha.. Kenapa turun di sini!

Sudah banyak cerita jika Jalan Ganesha tidak AMan lagi (ups, AMan sudah kalah, bu!) dilalui pejalan kaki. Mas pun rajin pulang kuliah dengan putih-putih di mobil. Saya juga pernah membaca komik curhatnya bu Tita berkenaan jalan Ganesha ini.

Iya, banyak burung, eh burung apa sih itu? Dan burung itu mengeluarkan kotoran, tentu. Karena jumlahnya banyaaakkkk; kotorannya juga banyak. Nasib lah, putih-putih terkena orang yang bernaung di bawah pohon-pohon jalan Ganesha ini. Tentu, pejalan kaki juga! Padahal trotoar rapih tersedia di situ..

Tapi saya sudah terlanjur turun di depan jalan Ganesha, hiks. Tujuan saya adalah jalan Dago, sehingga medan pertempuran sepanjang Ganesha harus saya hadapi!

Maka..

Tundukkan kepala, konsentrasi ke bawah. Jangan menengadah.. Jangan berpikir, maju terus pantang mundur. Sesekali hindari dedaunan, becek-becek, mayat tikus (hiii), tak lupa lalat-lalat dan lalat .

Tiba di suatu selokan, ada sesuatu! Wah! Ternyata tumpukan styrofoam.. Yeeee bekas acara apa ini, bekas siapa ini? Kalo burung-burung itu meninggalkan bekas mayat dan tulang belulang mangsanya, plus seenaknya menghujankan kotoran; barangkali bisa dimaklum. Tapi manusia (mahasiswa?) yang menumpukkkan seonggok styrofoam bekas makan pagi|siang|malam|subuh (coret yang tidak perlu); kan rasanya T-E-R-L-A-L-U (dengan logat Rhoma Irama). Malu sama burung-burung ah..

Berpikir tentang tumpukan sampah_manusia tadi, konsentrasi menjadi saya teralih sehingga tanpa terasa sudah sampai gerbang ITB. Fiuh. Setengah jalan lagi? Semangat? Ga euy

Gerbang ke arah Dago, banyak mobil berparkiran. Malas jalan di trotoar lagi, saya putuskan jalan di dekat-dekat mobil berparkiran. Cenderung jalan di tengah jalan Ganesha . Biarlah, toh mobil-mobil di situ berjalan lambat-lambat. Toh kalo ada yang memelototi dan mengklakson dan memaki saya saya, hehehe, barangkali akan..

switch (imood) {
case ‘bete’: maki_balik_saja!; break;
case ‘biasa-biasa’: ga_usah_noleh_dan_menyingkirlah_sedikit; break;
case ‘sadar’: noleh._tatap,_menyingkir_sedikit; break;

default: jalan_terusss;
}

Kasus khusus, kalo yang mengklaksonnya pa Arry sih, saya kasih senyum manis aja kali ya? Siapa tahu dijepret dan masuk blognya.

Tapi tak ada yang mengklakson saya, artinya sepertinya orang berjalan di tengah jalan dianggap biasa dan dimaklumi. Entah apa yang terjadi pada Jalan Ganesha ini. Dulu saya sering jalan di trotoar yang berjarak terlalu jauhan sehingga tidak bisa dijangkau dalam satu langkah. Di kiri Gerbang, ada penjual Bakso yang kami namakan: BaTak, Bakso Tahi Kuda, karena disinyalir tercampur kotoran kuda . Sekarang rasanya sudah tidak ada, kalopun ada, hihihi, campurannya nambah dengan kotoran-kotoran burung?

Yang jelas, Ganesha tetaplah jalan Ganesha. Karena saya sudah jarang melewati jalan Ganesha, saya tidak berkeberatan sesekali “berjuang” melewatinya. Kalopun saya harus sering melintasi jalan Ganesha, barangkali saya akan merasa “ah sudah biasa”. Pasrah begitu ya? Sepertinya harusnya saya protes dan mencarikan solusi atas ketidaknyamanan itu. Tapi kan itu mah tugas Walikota Bandung (ihi ihi ihi), bukan tugas rakyat kan?

Owh

Setelah lemot, sebelumnya tidak sadar apa bedanya NEM dari EBTANAS dan Nilai UASBN/UN.. Saya sendiri mempunyai nilai NEM pada EBTANAS SMP tahun 87 dan NEM SMA tahun 90..

Antara sistem NEM dan UASBN/UN ada kesamaan:

  • sama-sama merupakan soal berstandar nasional, dikeluarkan oleh “pusat”
  • bentuk soal pilihan berganda
  • hanya diberlakukan kepada mata pelajaran tertentu: IPA, Matematika, B. Indonesia (Untuk UASBN SD/MI)

Perbedaan yang MENDASAR:

  • NEM digunakan untuk sebagai standar memasuki pendidikan berikutnya (SMA/SMP),  NEM tidak digunakan untuk standar kelulusan
  • UASBN digunakan untuk standar kelulusan! Nah ini yang bikin report eh repot

Masalahnya, beberapa waktu lalu, Wasimudin my friend, mengatakan bahwa UASBN hanya digunakan untuk standar soal; sementara batas nilai kelulusan dan kelulusan itu sendiri diserahkan kepada sekolah.

Ternyata, penjelasan terakhir yang saya dapat: UASBN menentukan kelulusan seseorang anak. IH.

Makanya, kecurangan dan menghalalkan berbagai cara JUSTRU lahir karena kebijakan ini. Mudah-mudahan hanya oknum? Seperti yang dicurhatkan di sini.

Read the rest of this entry »

Saya dan Mas percaya, akademis hanya salah satu hal yang harus dikejar. Masih banyak sisi lain yang mungkin malah mendominasi keberhasilan seseorang. Saya hanya ingin anak yang baik hati, bahagia, bisa berteman, dan membantu sekitar. Tapi mau tidak mau, suka tidak suka; karena standar nasional diberlakukan; saya harus mencari tahu apakah Kaka sudah layak lolos akademis dari standar nasional ini.

Karena Kaka tidak kami masukan ke Bimbingan Belajar, maka semangatlah kami jika ada penyelenggaran Bimbingan Belajar mengadakan Try Out, terutama jika GRATIS . [Ortunya yang semangat, anaknya juga semangat koq, biasa, karena rame-rame bersama teman-teman ] Read the rest of this entry »

Di Java, penghancuran objek dilakukan secara otomatis oleh mekanisme dari Garbage Collector. Objek yang sudah tidak direfer, otomatis dimusnahkan. Kapankah skema Garbage Collection ini dijalankan? Bagaimana caranya mengecek referensi masing-masing objek? Barangkali semua ini mudah saja dijawab, barangkali ada di How To.

Tapi bagaimana dengan Garbage Collection di muka bumi ini? Apakah yang Maha Kuasa mencarikan objek, yaitu kita manusia, yang sudah tidak digunakan, tidak berguna, kemudian dimusnahkan? Seringkali saya melihat orang baik malah berumur pendek, orang jahat malah panjang umur banyak rezeki bahagia di dunia. Kakak saya sendiri adalah orang baik dan meninggal dunia di usia muda; sementara kenapa saya malah terus hidup? Padahal saya kan comberan, tidak saja tidak berguna tapi barangkali sampai mengganggu dunia. Dimana rahasia referensi objek pada skema Garbage Collection milik Al Muhaimin, Sang Pemelihara ini?

Di benak saya terlintas, ketika kita diinstansiasi, kita semua diberi ID yang unik untuk seluruh mahluknya. Atribut-atribut yang sama, berisi value yang mungkin berbeda-beda. Apakah value “kapan kita dihancurkan” juga sudah ditentukan pada saat objek manusia diciptakan?

  • Apakah dia berupa konstanta sehingga tak pernah bisa diubah apapun yang kita lakukan?
  • Ataukah value itu akan berubah seiring dengan behavior kita yang memang bertanggung jawab untuk mengubah isi atribut, sehingga status kapan kita hancur akan bergantung kepada behavior kita sendiri?

Saya tidak tahu, saya tidak juga memilih skema mana yang saya percayai. Saya tidak mengerti Garbage Collection. Saya tidak tahu kapan saya akan dimusnahkan. Bagaimanapun juga, saya, kamu, kita semua; harus bisa mempersiapkannya.

(Setelah dimusnahkan, apakah objek akan reinkarnasi?